Sabtu , 27 April 2024

Heboh curhatan Turis Kanada: Wisata Pulau Togean Sulawesi Bak Neraka!

Ketika mereka berlibur di Kepulauan Togean, Tojo Una-Una, Sulteng, seorang turis Kanada mengeluh. Ia sampai menganggap momen itu seperti keadaan yang mengerikan. Kenapa begitu?
Sayangnya, seorang turis asal Kanada bernama Dave Smith baru-baru ini mengalami pengalaman yang tidak menyenangkan. Dave ingin berenang dengan ubur-ubur saat memutuskan ke Kepulauan Togean.

Hewan laut seperti ubur-ubur tanpa penyengat, dugong, lumba-lumba, dan penyu sisik yang hampir punah berkembang biak di perairan Togean.

Dave menceritakan dalam ceritanya yang dipublikasikan South China Morning Post pada Senin (21/08) bahwa dia terbang dari Bali ke Makassar, lalu penerbangan kedua ke Ampana, sebuah kota pelabuhan kecil di Pantai Selatan Teluk Tomini, Sulawesi Tengah.

Ia menginap di Ampana sebelum berangkat menggunakan kapal feri ke desa terbesar di Kepulauan Togean, Wakai, keesokan paginya. Selama perjalanan, ia berbicara dengan orang-orang ramah yang tinggal di sekitarnya dan memberinya kopi. Selain itu, ia melihat lumba-lumba melompat ke permukaan saat setengah perjalanan.

Dave mendarat di Wakai, tempat yang dia pikir adalah air kotor dan lumpur, dan di mana buaya air asin sering muncul di malam hari. Saat dia tiba, ia mendengar bahwa seorang nelayan telah dibunuh oleh buaya sehari sebelumnya.

Setelah itu, Dave menyewa perahu motor seharga Rp 150.000 untuk menuju resor yang telah dia pesan sebelumnya. Dia mengatakan bahwa ada sekitar 20 resor di seluruh wilayah Kepulauan Togean.

Ia menikmati pemandangan menakjubkan dari karst batu kapur yang menjulang seperti bidak catur raksasa selama 30 menit perjalanan, serta tanjung pulau terbesar.

Dave menyadari bahwa kondisi ruang makan dan ruang peralatan selam tidak cukup baik saat tiba di resor. Namun, dia merasa kamarnya cukup bersih dengan tempat tidur yang nyaman, dan dia juga menyayangkan sajian yang ditawarkan resor.

Dave bertemu dengan Ned dan Tom dari Australia, yang datang. Mereka memberikan tanggapan tentang layanan yang disediakan oleh resor. Namun, mereka juga melakukan perbandingan dengan resor di lokasi wisata lain yang mereka anggap memiliki pelayanan yang lebih baik.

Tom sempat memberi tahu Dave tentang pelayanan yang terjangkau. Dia bilang, “Kami sudah terbiasa dengan akomodasi semacam ini. Anda tidak boleh terlalu tegang saat bepergian dengan anggaran terbatas di Indonesia.”

Selain itu, Dave mempertimbangkan bahwa biaya liburannya di resor mewah Maladewa hanya separuh dari biaya laundry.

Keesokan paginya, Dave menggunakan salah satu perahu kecil di resor untuk mendayung di sekitar pulau. Salah satu petugas resor mengingatkannya untuk tidak melakukan perjalanan ke wilayah timur pulau karena ada buaya di hutan bakau.

Namun, Dave hanya khawatir jika buaya di sekitarnya dapat berenang beberapa mil jauhnya. Dia percaya bahwa mendayung di sekitar tempat tersebut dapat membahayakan dirinya.

Dia mengatakan bahwa dia membaca keluhan yang sama dari turis lain yang menginap di beberapa resor di Kepulauan Togean di situs Tripadvisor, yang menyatakan bahwa penduduk memberi makan buaya liar hanya 100 meter di belakang karang dekat rumah mereka.

Dave memperhatikan wilayah di sekitar pulau dan melihat terumbu karang yang sering dilihat oleh orang lain yang melakukan snorkeling; dia pikir itu cukup aman untuk diselami.

Di bawah laut, ia melihat taman karang yang luas, sebagian besar darinya mati atau tidak berwarna.

Menurut Travelfish, sejak tahun 1990-an, banyak nelayan telah menggunakan bom atau sianida untuk menangkap ikan di wilayah Togean, yang mengakibatkan penurunan drastis jumlah ikan dan kerusakan terumbu karang yang signifikan.

Ini mengurangi visibilitas kura-kura dan hiu dan ikan besar lainnya. Sebagaimana dilaporkan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tojo Una-Una pada tahun 2016, 25 dari 90 lokasi tempat diving berada dalam kondisi yang tidak memadai.

Menurut situs web Perkumpulan Inovasi Komunitas (Imunitas) Sulawesi Selatan, sejak tahun 1990, Kepulauan Togean telah menjadi penyedia ikan Napoleon Hidup untuk perdagangan internasional. Ini mengubah lingkungan dan struktur sosial masyarakat, terutama Bajau.

Kondisi kerusakan terumbu karang saat ini meningkat tajam karena imunitas. Menurut Rahmat Basri, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tojo Una-Una, pengeboman laut yang melanggar hukum masih terjadi saat ini.

Selepas menyelam, Dave kembali ke darat dan, meskipun harganya sedikit lebih tinggi, segera memutuskan untuk pindah ke resor lain. Di sana, ia merasa mendapat sajian yang lebih baik, tetapi pada malam hari, listrik dan kipas dimatikan, sehingga dia tidak bisa tidur.

Dave memutuskan untuk mengakhiri liburannya esok pagi dan memesan perahu bersama beberapa pengunjung lainnya untuk membawanya kembali ke Wakai secepat mungkin.

Pada sore hari, perahu tiba. Setelah terdampar di pulau tropis selama bertahun-tahun, Dave merasa seperti Tom Hanks dalam film Castaway.

Dave menyimpulkan, “Kepulauan Togean terlihat seperti surga, tetapi bagi saya, mereka terasa seperti neraka.”

Check Also

Wajah Madinah yang terlihat di Masjid Raya Baiturrahman

Kemegahan Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh Wisata Religi | Aceh.co.id Nanggroe Aceh Darussalam adalah Provinsi …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *