Jakarta: Menteri Riset dan Teknologi (Menristek/BRIN) Bambang Brodjonegoro menyebut Indonesia memerlukan vaksin covid-19 yang berbeda dengan vaksin yang dikembangkan negara lain. Ini lantaran tiga jenis atau strain virus covid-19 yang menyebar di dalam negeri belum masuk dalam database influenza dan coronavirus di Global Initiative on Sharing All Influenza Data (GISAID).
“Mereka (GISAID) hanya ada tiga klasifikasi, S, G, dan V. Kemudian (jenis virus) lain masih dianggap others (belum dikenali) dan yang di Indonesia masuk others,” papar Bambang di Jakarta, Jumat, 5 Juni 2020.
Ia mengungkapkan Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman telah memimpin riset di sektor vaksin untuk transmisi lokal. Konsorsium riset dan inovasi covid-19 didanai Kemenristek/BRIN.
“Mereka sudah tambah dari tiga menjadi tujuh kategori tapi ternyata yang tiga (strain) dari kita tetap masuk others. Jadi, virus yang dari Indonesia masih dikenali dulu karakternya,” tutur dia.
Dia menyebut pengenalan penting saat membuat vaksin agar vaksin bisa menjawab transmisi lokal di Indonesia.
Bambang menargetkan bibit vaksin atau vaccine seed khusus untuk strain coronavirus di Indonesia tersedia akhir 2020. Rencananya, vaksin digunakan untuk imunisasi massal.
“Bibit vaksinnya mungkin bisa ditemukan tahun ini, tapi imunisasi massal itu baru bisa mungkin tahun depan (2021). Vaksinnya sendiri harus diproduksi,” ujar dia.
Bambang mengatakan memproduksi vaksin tidak gampang, apalagi untuk skala besar. Indonesia membutuhkan vaksin setidaknya sepertiga jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 260 juta.
“Berarti vaksin yang dibutuhkan antara 130 juta sampai 170 juta. Itu belum menghitung booster-nya. Kalau kita divaksin, itu sekali vaksin belum tentu imun kita muncul sehingga harus ada booster-nya sampai imun muncul,” jelas Bambang.