Rabu , 24 April 2024

Mendidik Hati dan Menahan Nafsu

Atikel | oleh Nurul Fajri Abdullah.


Hati adalah sebongkah darah yang apabila ia baik maka baiklah seluruh tubuh dan apabila dia buruk maka buruklah seluruh tubuh. Penafsiran ini bisa kita interpretasikan bahwa hati bukannya sekedar organ tubuh yang begitu penting dalam proses kehidupan manusia. Hati dianggap sebagai organ tubuh saja, jika terkontaminasi oleh penyakit maka pengaruhnya begitu besar terhadap fungsi hidup seseorang.


Nah, bagaimana lagi jika hati ini dimaknai sebagai zat yang dengannya bersumber kebaikan dan keburukan akan sifat manusia? Sudah bisa dipastikan pengaruh baik dan buruk yang ditimbulkan oleh pemilik hati ini akan berdampak terhadap lingkungan sekitarnya. Katakanlah jika pemilik hati ini mengidap penyakit hasud dan dengki. Sudahlah bisa kita bayangkan berapa korban akan berjatuhan dan saling berselisih hanya disebabkan oleh si dia ini.

Belum lagi kalau ada yang punya penyakit hati sukanya iri-an aja dengan nikmat yang dimiliki oleh orang lain. Lihat orang punya mobil, dia yang ngibahin itu mobil beli dengan uang begana- uang begini. Ada juga yang doyan banget lihat makan enak sampai lupa itu makanan harus dijatahin juga untuk yang lain, atau ada juga yang tidak senang lihat anaknya tetangga pada juara, eh si dia malah nyebarin berita menangnya si anak karena olahan orang tua/orang tuannya dikenal juri. Dan, masih banyak lagilah penyakit hati yang jika dibiarin bukan hanya orang serumah yang kena, besa jadi ini penyakit malah menyebabkan perang dunia. Bahaya banget, ya kan?

Bahaya dunk. Ini penyakit yang lama-lama jika dibiarkan akan mengakar menghujam ke dasar diri. Diri yang seharusnya bersih putih tak bernoda malah karenanya jadi terkenal sebagai si dia yang tukang adu domba, jadi si dia yang suka julid, dan lain sebagainya. Hal ini tentu akan berefek untuk pembentukan karakter. Karakter yang akan menjadikan si dia pemilik hati ini akan suka marah-marah, tidak percaya diri, selalu berpikir negatif terhadap orang lain, dan lain sebagainya. Bahkan, tidak cukup sampai di situ, bisa saja ini akan berakibat fatal terhadap eksistensi dan tingkat kepercayaan terhadap diri oleh lingkungan.

So, jangan biarkan akar itu menembus pertahan diri. Perjuangkan kepribadian diri agar bernilai guna dan bermakna lebih setidaknya untuk diri sendiri. Katakan bagi diri, “saya harus jadi orang baik.”

Nah, ketika tekad ini sudah benar-benar berada dalam diri. Maka, jangan tunggu lama untuk membuat dia nyata. Sedikit demi sedikit rubah karakter diri dengan melakukan terapi mendidik hati dan menekan nafsu.

Cobalah dimisalkan dengan mengambil tokoh seorang Bapak yang sangat ingin membelikan mobil untuk keluarganya. Namun, kenyataannya dia belum punya cukup dana untuk menghadirkan mobil tersebut ada di pekarangan rumahnya. Tetapi, tidak berselang lama, dia malah menyaksikan tetangga depan rumah mengemudikan mobil indah berplat merah pula di depan mata. Nah coba bayangkan gimana rasanya?

Pastilah mendidih itu hati si bapak sangat ingin dan bahkan mungkin berangan bahwa dialah pengemudi dan pemiliknya. Iri? Oh jangan!!!

Lantas bagaimana agar si Bapak bisa menahan nafsunya untuk tidak ber-negative thinking, tidak menjadi penyebar berita bohong, dan malah dia senang aja akan kebahagian sang tetangga. Mungkin akan gampang aja, jika si Bapak adalah tipikal orang yang punya hati putih bersih tak pernah ada sedikitpun penyakit di dalamnya. Namun, akan jadi sulit jika si Bapak adalah si dia yang baru saja menyadari bahwa diri memiliki beberapa penyakit hati dan dia sadar betul harus segara mengobatinya.

Bukankah ini akan menjadi sesuatu yang sedikit agak sulit bagi si dia? Namun, karena tekad yang tadinya dia ingin berubah menjadi orang baik harus segera dia wujudkan, maka si bapak berusaha mendidik dirinya dengan berbagai cara agar benar-benar menahan nafsunya untuk tidak mengupat, menghibah, bersikap tidak senang dan lain sebagainya dengan cara mengakatakan pada diri, “oh itu adalah rahmat untuknya, saya tidak boleh iri akan nikmat yang mereka punya.”

Atau bisa juga dia mensupport dirinya sendiri dengan mengatakan, “ lebih baik saya bekerja keras dan mencari penghasilan tambahan lainnya dari pada saya membuang-membuang waktu membicarakan tetangga saya akan sumber uang pembelian mobilnya yang saya tidak tahu pasti akan sumber penghasilan mereka”

Bahkan, si Bapak juga bisa pastikan bahwa dirinya juga akan mendapatkan rahmat yang sama, ini hanya persoalan waktu, kerja keras, usaha yang tiada putus diiringi doa dan juga harus mendahulukan perkara memberi terlebih dahulu baru kemudian menerima dengan semakin rajinnya dia bersedekah dan berbagi. So, dengan demikian si Bapakpun tidak akan dengan mudahnya terjerumus pada langkah-langkah yang salah hanya demi memuaskan anak istri malah kemudian terpengkap dalam jeruji besi.

Demikianlah, perkara mendidik hati dan menahan nafsu yang jika dibiarka bisa melebar kemana-mana, namun ketika nafsu berhasil ditahan dan hati berhasil didik maka lihatlah akan ada pribadi yang tidak hanya penuh manfaat untuk diri tapi juga memberi makna lebih bagi yang lain. Dia tidak hanya diminati warga bumi, tapi penghuni langit bersiap sedia menyediakan pena catatan akan dirinya yang semakin berproses kepada kebaikan. Wallahu ‘alam

Penulis : Nurul Fajri Abdullah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *